Sabtu, 18 Agustus 2007

kupu-kupu


Ulat adalah binatang yang menjijikkan, malas dan tak bisa bergerak lincah. Binatang-binatang lain sering mengejeknya sebagai binatang jorok dan tak punya keindahan. Tentu saja ulat menjadi sedih mendengar ejekan ini. Tapi apa boleh dikata kenyataannya memang demikian.
Pernah suatu ketika pada perayaan binatang diselenggarakan bermacam-macam jenis lomba. Dan dari bermacam-macam lomba itu tak satu pun dimenangkan oleh ulat. Lomba kecepatan terbang dimenangkan oleh burung merpati, lomba keindahan dimenangkan oleh burung merak, lomba merayap dimenangkan oleh cicak, lomba petak umpet dimenangkan oleh semut. Yah, hampir seluruh binatang memenangkan paling tidak satu jenis lomba, kecuali ulat yang tak kebagian.
Beberapa ulat memang menjadi sedih dengan kenyataan di atas, tapi tak bisa berbuat apa-apa. Untung mereka cepat menyadari bahwa semua itu adalah kehendak Tuhan. Tuhanlah yang menjadikan semua makhluk dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Pada suatu hari pemimpin ulat bercakap-cakap dengan merak, “Hai, burung merak, alangkah senangnya bila aku mempunyai sayap dan bulu-bulu indah seperti kamu…” kata ulat.
“Ouu… kau juga bisa seperti aku…” jawab merak.
“Betulkah itu merak?” lanjut ulat penasaran, “Bagaimana caranya?”
“Mohon saja pada Tuhan. Dia kan Maha Pengasih, pasti Dia mengabulkan permohonan semua makhluk-Nya…” jawab merak meyakinkan.
“Iya… ya… baiklah akan kucoba…”
Kemudian pemimpin ulat berpisah dengan merak. Pemimpin ulat pulang dengan wajah berseri-seri. Ia membayangkan semua ulat akan mempunyai sayap dan bulu-bulu indah. Di tengah jalan ulat berjumpa dengan burung merpati. Mereka pun bertegur sapa dan bercakap-cakap. Di hati pemimpin ulat timbul juga rasa iri melihat burung merpati yang bisa terbang cepat.
“Burung merpati, alangkah senangnya bila aku mempunyai sayap dan bisa terbang cepat seperti kamu…” kata ulat menyampaikan isi hatinya.
“Ah, ulat, gampang saja kalau kau mau…” balas merpati.
“Tentu saja aku mau. Tapi bagaimana caranya?” lanjut ulat penuh harapan.
“Hee… ulat, kita kan punya Tuhan. Ya… minta dong pada Tuhan…”
“Oh, ya… baiklah aku akan minta pada Tuhan. Terima kasih atas nasihatmu…” kata ulat menyudahi omongannya dengan wajah berseri-seri.
Lalu mereka berpisah. Merpati melanjutkan perjalanannya mencari makanan untuk anak-anaknya dan ulat langsung pulang. Begitu tiba di rumah ia langsung memanggil semua ulat. Ia kemudian menceritakan semua yang baru saja ia alami yaitu perjumpaannya dengan merak dan merpati, sampai nasihat mereka untuk memohon pada Tuhan.
Maka pada esok harinya semua ulat berpuasa dengan membungkus dirinya menjadi kepompong dan terus-menerus berdoa pada Tuhan. Mereka memohon agar diberi sayap dan bulu-bulu indah, juga bisa terbang seperti burung merpati.
Genap tiga minggu mereka berpuasa dan berdoa tiba-tiba ada perubahan pada diri mereka. Doa mereka dikabulkan oleh Tuhan. Mereka mempunyai sayap dan bulu-bulu yang indah. Tidak Cuma itu tubuh mereka yang menjijikkan berubah pula menjadi elok, serasi dengan sayapnya.
Mereka dengan riang keluar dari kepompongnya dan mulai belajar terbang. Dan alangkah senangnya mereka betul-betul bisa terbang, meskipun tak secepat merpati. Mereka betul-betul bisa berkejar-kejaran, melambung-lambung riang dan berayun-ayun di tangkai-tangkai bunga.
Suatu hari mereka berpapasan dengan burung merpati dan merak, lalu ulat menyapa, “Hai, merpati dan merak yang baik hati!”
“Hai, siapa kau?” Tanya merak dan merpati hampir bersamaan.
“Hai, kok lupa?” jawab ulat.
“Aku kan belum kenal kamu, tapi kau kok tahu aku…” lanjut merak mendahului merpati.
“Masak, aku kan ulat…” jawaban ulat ini sungguh mengejutkan merpati dan merak. Dan sebelum mereka kehilangan keheranan mereka ulat menceritakan semua yang dialami. “Aku betul-betul menyampaikan terima kasih atas nasihat kalian berdua dulu…” begitu kata ulat mengakhiri keterangannya.
“Yah… tapi kau harus selalu bersyukur pada Tuhan…” kata merpati.
“Oh… tentu… tentu…”
kemudian mereka berpisah, tapi belum begitu jauh jarak mereka merak memanggil ulat lagi, “Hai ulat, bagaimana kalu kau sekarang kupanggil kupu-kupu biar sesuai dengan keindahanmu?”
“How… alangkah indahnya nama itu, aku setuju…” sahut merpati mendukung usul merak.
Ulat begitu gembira mendengar nama itu hingga ia tak mampu menjawab usul merak yang disetujui merpati itu. Ia hanya mengangguk-anggukkan kepalanya tanda setuju.
Dan sejak itu ulat yang telah bersayap dipanggil kupu-kupu. Mereka selalu riang dan bersyukur pada Tuhan. Begitulah siapa yang mau berusaha dan berdoa pasti Tuhan Yang Maha Pengasih mengabulkan.
Sebetulnya adik-adik bisa bermain dengan kupu-kupu, tapi sayang mereka terus terdesak oleh bangunan-bangunan yang dibuat manusia.

Sidoarjo, 1 Juli 1987