Minggu, 12 Agustus 2007

busyet!


Sinting. Si Kodor memang sinting. Sudah satu bulan ini ia tidak mengakui dirinya sebagai bangsa manusia. Ia memaklumkan dirinya dengan tegas sebagai bangsa setan. Bangsa yang dikutuk Tuhan turun-temurun. Bangsa yang sombongnya kelewat batas.
Pada mulanya si Kodor adalah dermawan yang berlebih-lebihan melalui Porkas. Delapan puluh persen gajinya sebagai buruh kecil ia sumbangkan melalui Porkas. Hebat! Apanya yang hebat? Ya, ya hebat, ia jadi sinting muda, karena umur Kodor masih 22 tahun.
“Aku bukan manusia yang lemah, aku bukan manusia yang suka korupsi, dan aku juga bukan manusia yang mengantek pada Tuhan. Aku adalah bangsa setan yang mempunyai hak untuk sombong. Aku adalah bangsa setan yang mempunyai hak untuk menggunturkan tawa. Sebab, bangsaku tak pernah korupsi, tak doyan pungli, tak pernah mengincar istri tetangga, tak suka suap, dan tak kenal uang riba. Tapi, kuakui bangsaku hanya mengajak dan senang melihat manusia yang berlomba-lomba mengerjakan semua itu,” begitu kalimat awal si Kodor memaklumkan dirinya sebagai bangsa setan.
Tiap hari si Kodor menawarkan berita-berita aneh tentang aktivitas setan. Rupanya Kodor kemasukan setan yang bermacam-macam. Minggu kemarin, si Kodor seharian penuh ngomong pakai bahasa Inggris, padahal seisi kampung paham betul kalau si Kodor tak bisa bahasa Inggris.
“There is no God. If you believe to God, i think you are crazy. But God is Porkas. Do you know? You know! You know!” Itu potongaan omongan yang sempat diingat oleh beberapa orang yang kebetulan juga paham bahasa Inggris.
Barangkali setan intelek yang merasuk ke jiwa si Kodor.
Salah satu di antara mereka ada yang mau marah mendengar kesintingan si Kodor ini. Tapi buru-buru ia sadar. Si Kodor gila. Apalagi ada orang yang tersinggung dan meladeninya, ia juga gila.
Empat hari yang lalu si Kodor membuat sasi gila. Ia meminum sebotol bir, lalu memakan sekali botolnya. Kali ini mungkin setan yang menempeli si Kodor adalah setan primitive yang suka main kuda lumping. Sebab, tidak Cuma makan botol bir yang ia kerjakan, ia terpaksa diamankan karena mulai membuka pakaiannya.
Tapi esoknya masyarakat dibuat senang oleh si Kodor, sepanjang hari ia hanya bersolak dan beraksi merayu gadis ayu. Kata-kata rayuan banyak yang kocak, dan ia pun menyitir beberapa kata mutiara dan pantun. Mungkin setan yang menempeli si Kodor ganti setan playboy.
Esoknya lagi masyarakat dibuat jengkel oleh tingkah laku si Kodor. Rupanya yang menempeli si Kodor kali ini setan jorok. Sepanjang hari ia cuma ngomel barang-barang jorok dan prono. Ia ngomong baru berkenalan dengan Bu Derek, lalu ganti dengan Maryam D’abo, ganti lagi dengan Brooke Shild, Jennifer Beals, Phoebe Cate, Madonna dan dengan beberapa turis dari manca negara di Pantai Kuta Bali. Tapi beberapa pemuda senang juga mendengar omelen yang ngelantur dari mulut si Kodor. Habis ia tidak cukup ngomel ngelantur, tapi dengan peragaan sesekali disertai gerak-gerak pantomim. Si Kodor memang pemain pantomime top di kalangan RW-nya.
Esoknya lagi ulah si Kodor malah kocak. Mungkin yang menempeli ganti setan pelawak. Ia membuat teka-teki kocak, berbahasa kocak intelek ala Radio Suzana.
Kemarin, warga kampung malah heboh, sebab si Kaspar dapat Porkas. Yang membuat heboh lantaran si Kaspar mengaku kalau tebakannya yang jitu berkat kejeliannya menangkap kode yang diberikan si Kodor. Orang lain memang tertawa, jengkel, dan nafsu mendengar omelan si Kodor, tapi tidak demikian dengan si Kaspar. Ia perhatikan omelan demi omelan si Kodor, kemudian ia otak-atik, lalu ia tebakkan Porkas.
Dari pengakuan si Kaspar ini, akibatnya sudah bisa diterka. Masyarakat pecandu Porkas berbondong-bondong mendatangi si Kodor. Dan dalam sekejab, nama si Kodor jadi melambung melebihi orang-orang top di kampungnya. Mungkin juga di kecamatannya.
Orang-orang berjejer menanti omelan si Kodor yang bisa diramesi. Orang-orang masih sabar menunggu keluarnya si Kodor dari dalam rumahnya. Meski sudah satu jam lebih menunggu, namun tanda-tanda ia mau keluar belum juga tampak.
Dan begitu si Kodor keluar, mereka menyiapkan diri untuk menerima kode-kode yang akan tersisip dari omelan si Kodor. Beberapa orang membawa tape recorder segala. Tapi, ternyata mereka dibuat bingung. Rupanya setan yang menempeli si Kodor diganti oleh setan bisu. Hingga si Kodor berlagak persis orang bisu. Dia berbicara dengan bahasa isyarat. Namun demikian, orang-orang yang sudah kecanduan Porkas itu tidak kehabisan akal. Malah gerak-gerik si Kodor yang diramesi. Lha wong namanya gerak-gerik orang gila, tentu saja banyak ragamnya.
Mereka berdebat dan saling adu argumentasi untuk menentukan tebakan yang akurat. Persis ibu-ibu PKK yang mengikuti arisan dan menunggu hasil lotre arisan. Suasana yang setengah ribut itu tiba-tiba diam, mereka bersikap bagai para hamba sahaya menunggu tuannya yang mau keluar. Padahal, itu terjadi karena mereka mendengar si Kodor yang dari tadi bisu tiba-tiba saja tertawa renyah.
“Lha, ini dia setan pengintip Porkas telah mengganti setan gagu yang menempel pada si Kodor,” kata salah seorang memecah kediaman mereka.
“Ya, kita akan ketiban rezeki nomplok,” kata yang lain.
“Ya, kita akan menjadi OKB (orang kaya baru),” kata yang lainnya lagi.
“Ouu, aku akan jadi melamar Sherly,” kata yang lainnya lagi.
“Oho, kampung kita akan gemerlapan.”
“Kalau aku sih untuk beli mobil.”
“Hee, tapi kita jangan lupa untuk pembangunan balai RW.”
“Ah, sudah-sudah! Diam semua! Diam! Kalau ramai terus nanti si Kodor nggak mau mengeluarkan kodenya,” bentak seseorang lain dengan suara yang cukup keras dan wibawa. Kontan suara-suara yang saling tindih tadi tidak berlanjut. Diam. Dan, diam. Cuma ada satu suara, yaitu tawa si Kodor yang semakin melengking ngakak.
Tapi, si Kodor yang ditunggu untuk menyudahi tawanya dan menyusuli dengan kata-kata yang sarat kode masih saja tertawa. Tapi, tawanya kini tidak lagi monoton, melainkan bernada, meliuk-liuk kayak tawa Remy Silado dalam membaca puisi. Barangkali si Kodor ingin membuktikan omongannya minggu kemarin bahwa dia mempunyai hak untuk menggunturkan tawa.
Aneh. Dari pojok kerumunan orang itu ada yang mengikuti tawa Kodor, lalu disusul lainnya, disusul tersu sampai semua orang yang mengerumuni si Kodor mengikuti semua.
Himpunan tawa itu gemuruh membahana, meroket tinggi menembus celah-celah awan. Menggugat raja iblis untuk membocorkan huruf-huruf Porkas yang akan keluar minggu depan.
Gila. Gila. Gila masal terjadi. Tiap jam, tiap menit, dan bahkan tiap detik orang-orang yang gila terus bertambah.
Si Kodor yang menjadi pionernya yang terus-menerus tertawa, tiba-tiba menghentikan tawanya dan berkata lantang, “Siapa, siapa yang mau gila? Ayo! Silakan! Silakan! ”
Rupanya ia menantang kita.
Busyeet!!!

Sidoarjo, Minggu Legi 6 September 1986
Jawa Pos