Rabu, 08 Agustus 2007

bimbang


Adi, kendati masih kelas 2 SMA sudah terkenal jago pacaran. Memang banyak yang menopang dalam hal ini bagi Adi. Postur tubuhnya cukup atletis. Tampangnya boleh dibilang nilai B. Dan lagi lumayan bakatnya dalam study, kendati tak bisa digolongkan genius. Jangan tanya prestasi lainnya. Seolah ia dihadirkan untuk mendatangkan kekaguman bagi teman-temannya. Hebat memang!
Tapi sebenarnya predikat jago pacaran itu hanya orang salah sangka. Adi sendiri biasa-biasa saja. Malah termasuk remaja yang lugu. Apa adanya. Sikapnya yang jauh dari sombong membuat ia gampang bergaul. Dan cewek mana yang tidak bakalan krasan kalau ngobrol atau sekedar makan angin bersamanya, kalau gambaran Adi seperti di atas.
Ah, Adi memang figur top. Top figur. Hampir komplit.
Dia sendiri tidak ingin menyelewengkan anugerah Allah yang berupa wajah tampan dan segudang bakat itu.
Dia ingin wajar saja dalam segalanya. Termasuk dalam masalah pacar. Cukup satu, tidak usah lebih. Dan tak usah mengganggu belajarnya. Apalagi melanggar larangan agama. Tidak. Dia sungguh tahu dosa!
Yang jadi masalah bagi Adi, kebetulan ada dua cewek yang berkenan nyantol di hatinya di antara teman-temannya yang berserakan. Inipun dia ukur dari akhlaknya semata. Keduanya, Atik dan Ririn, sudah sama-sama memberi lampu hijau. Adi tinggal masuk salah satu pintu hati mereka. Sayangnya Adi tak melihat lampu hijau yang menyala redup itu, hingga Adi jadi salah tingkah. Barangkali inilah kekurangan Adi.
Adi membuat dua surat dalam waktu bersamaan untuk kedua gadis itu. Surat rayuan. Dengan harapan salah satu di antara mereka menerimanya dan satunya lagi menolaknya. Adi tak pernah membayangkan kedua mereka akan menerimanya. Maklum dia bukan kategori cowok yang ge-er.
Tiga hari setelah surat itu terkirim Adi tampak sedikit gelisah. Ia sedang menunggu reaksi dari kedua gadis itu dengan harap-harap cemas. Dag dig dug.
Dan kini dengan perasaan yang tetap dag dig dug, bahkan tambah, ia membuka sampul surat dari Atik. Sebelum membacanya ia mengunci pintu kamar terlebih dahulu dan mengambil bantal untuk menekan dadanya yang semakin dag dig dug itu. Kemudian surat ia buka dan ia baca.

Adi yang baik dan kukagumi,
Tidak kusangka kau yang kuanggap genius dan hebat ternyata kurang teliti dan bahkan sembrono.
Kau salah memasukkan surat. Surat yang untuk Ririn kau masukkan dalam sampul untukku, hingga maaf, surat Ririn terpaksa kubaca. Dan mungkin kebalikannya surat yang untukku dibaca juga oleh Ririn.
Lain kali telitilah!!

Atik

Oh!! Ya, hanya kata-kata ini yang mendesah lirih dari mulut Adi.
Oh….. oh….. oh…
Cinta memang membuat orang pikun.

Sidoarjo